IMAM ALI ZAINAL ABIDIN R.A.
Hiasan Para Ahli Ibadah
Ali ibn Husein bin Ali bin Abi Thalib cucunda Rasulallah s.a.w., satu-satunya keturunan Saidina Husein yang telah diselamatkan Allah s.w.t. daripada pembunuhan yang dilakukan oleh Yazid bin Mawiyah bin Abi Sufyan, dipadang Karbala, Iraq.
Sejak masa kecilnya beliau telah menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji: Keutamaan budi, Ilmu dan ketakwaan telah menyatu dalam dirinya. Beliau dijuluki as-sajjad, karena banyak bersujud kehazirat Ilahi, dan beliau di beri gelar Zainal Abidin (hiasannya orang-orang ibadah) karena beliau selalu beribadah kepada Allah s.w.t.
Amalan baiknya terutama dalam menolong fakir miskin, selalu dilakukan secara tersembunyi terutama dilakukannya dimalam hari, Sebagaimana datuknya Ali bin Abi Thalib, beliau memikul tepung atau roti dipundaknya guna dibagi-bagikan kepada fakir miskin dan mereka yang berada dalam kesempitan hidup lainnya. Mereka yang mendapat bantuan dari Imam Ali Zainal Abidin, tertanya-tanya siapakan gerangan dermawan yang sudi membantu mereka, dengan meletakkan bahan makanan didepan pintu rumah mereka. Semua ini terbongkar, setelah Imam Ali Zainal Abidin wafat, karena tak ada lagi bantuan seperti yang mereka terima sebelumnya Juga ketika mereka yang bertugas memandikan jenazah Imam Ali Zainal Abidin, didapati tanda bekas kehitam-hitaman dibahu beliau, bekas barang-barang berat yang baliau pikul.
Dalam pergaulannya, beliau sangat ramah, bukan hanya terhadap kawannya saja tetapi juga kepada lawan yang memusuhinya. Banyak pesanan yang ditinggalkan oleh Imam Ali Zainal Abdidin kepada seluruh ummat, antaranya beliau berkata:
“Tiga karakter (yang jika ada pada orang mukmin akan membawa) keberuntungan: Mencegah lisannya dari mengganggu manusia atau menggunjing mereka. Menyibukkan dirinya untuk sesuatu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat, serta selalu menangisi segala kesalahannya. Berhati-hatilah berteman dengan seorang yang dungu, karena dia boleh mencelakakanmu saat ingin berbuat baik untukmu. Yang paling Allalh cintai diantara kamu, adalah yang paling baik amalannya. Amal yang paling mulia, adalah yang paling ikhlas nilainya. Yang paling selamat dari siksa Allah, adalah orang yang paling takut kepada-Nya. Yang paling dekat dengan Allah, adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang yang paling diridhai Allah adalah orang yang mengurusi keperluan keluarganya. Orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.
IMAM MUHAMMAD AL-BAQIR
Imam Muhammad gelarannya Al-Baqir, julukannya Abu Ja’far, ayahnya Ali Zainal Abidin, ibunya Fatimah binti Hasan. Lahir di Madinah 1 Rajab 57 H, wafat hari Isnin 7 Zulhijjah 114 H.
Beliau merupakan orang yang pertama yang nasabnya bertemu antara Imam Hasan dan Imam Husein yang berarti beliau orang pertama yang bernasab kepada Fatimah Az Zahra, sekaligus dari pihak ayah dan ibu.
Selama 34 tahun, beliau berada dalam perlindungan dan didikan ayahnya, Ali Zainal Abidin. Selama hidupnya beliau tinggal di kota Madinah dan menggunakan sebahagian besar waktunya untuk beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah SWT serta membimbing masyarakat ke jalan yg lurus.
Mengenai keilmuan dan ketaatannya, kita simak kata-kata ibnu Hajar Al-Haitsami, seorang ulama Sunni yang mengatakan: “Imam Muhammad Al-Baqir telah menyingkapkan rahasia-rahasia pengetahuan dan kebijaksanaan, serta membentangkan prinsip-prinsip spiritual dan agama. Tak seorangpun dapat menyangkal kepribadiannya yang mulia, pengetahuan yang diberikan Allah, kearifan yang dikaruniakan Allah dan tanggung jawab serta rasa syukurnya terhadap penyebaran ilmu pengetahuan. Beliau adalah seorang pemimpin sprituil yang sangat berbakat dan atas dasar inilah beliau terkenal dengan gelar Al-Baqir yang berarti pengurai ilmu. Beliau baik hati, bersih dalam kepribadian dan bersifat mulia.14
Diantara kata-kata hikmahnya: “Barang siapa yang benci karena Allah dan cinta karena Allah, maka tergolong orang yang sempurna imannya. Setiap hamba pasti mempunyai hati yang bersih, apabila berbuat dosa, akan timbul titik hitam, apabila bertaubat, akan sirnah dan bersih lagi. Namun apabila terus menerus berbuat dosa, akan banyak titik hitam itu sehingga tertuplah hatinya menjadi hitam legam. Apabila telah demikian, maka dia tidak akan lagi mau kembali kepada kebaikan sebagaimana firman Allah:
كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
(المطففين: 14)
Maksudnya: “Sekali-kali tidak, akan tetapi karena kotoran yang di hati mereka akibat kelakuan mereka” (Al- Muthaffifin: 14).
Beliau juga berkata: “seorang mukmin bersaudara dengan mukmin yang lain, ia tidak akan mencelanya, tidak menghalanginya dari haknya, dan tidak berperasangka buruk terhadapnya. Jadikanlah dunia ini di hadapanmu seperti tempat persinggahan sejenak yang kemudian engkau tinggalkan. Atau seperti harta yang kamu peroleh dalam mimpi lalu merasa bahagia, namun setelah bangun dari tidurmu kamu tidak mendapat sesuatu. Tiga hal yang menghancurkan: orang yang menganggap banyak amal perbuatannya, lupa akan dosa yang dilakukannya, dan merasa kagum dengan pendapatnya sendiri. Surga itu dikelilingi rintangan dan (hal-hal yang menuntut) kesabaran, maka barangsiapa yang sabar dalam menghadapi rintangan di dunia, ia akan masuk surga. Sedang neraka jahannam dikelilingi kenikmatan serta hawa nafsu, maka barang siapa yang memuaskan dirinya dengan hawa nafsu dan kelezatan, ia akan dimasukkan ke neraka”.15
IMAM JA’AFAR SHADIK
Nama Ja’far bin Muhammad Al-Baqir, gelar As-Shadik. Sedang nama ibu adalah fatimah. Dilahirkan di Madinah, hari Isnin 17 Rabiul Awwal 83 H. Wafat pada 23 Syawwal 148 H, dimakamkan di Baqi’ Madinah. Jumlah anaknya 10 orang (7 lelaki, 3 perempuan), mereka adalah: Ismail, Abdullah Al-Aftah, Musa Al-Kadzim, Ishak Muhammad, Abbas, Ali. Anak perempuan: Fatimah, Asma, dan Farwah.
Imam Ja’far Shadik adalah anak dari Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib. Kehidupannya penuh dengan keilmuan dan ketaatan kepada Allah SWT. Sejak kecilnya sehingga selama 19 tahun, beliau berada dibawah asuhan dan didikan ayahnya Imam Muhammad Al-Baqir. Setelah kepergian ayahnya, maka sejak tahun 114 hijrah, beliau menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin seprituil yang juga marji’ dalam segala bidang ilmu atas pilihan Allah dan rasul-Nya.
Dakwah yang dilakukan beliau meluas ke segenap penjuru, seingga digambarkan murid beliau berjumlah 4000 orang yang terdiri dari para alim ulama, ahli hukum dan bidang lainnya seperti Jabir bin Hayyan Al-Thusi, seorang ahli matematik, Hisyam bin Al-Ahkam, Mu’min Thaq, seorang ulama yang disegani serta berbagai ulama sunni, seperti Sofyan Al-Tsauri, Abu Hanifa (pendiri mazhab Hanafi) dan lain-lain.
Imam Ja’far As-Shadik lahir dalam rumah tangga ilmu pengetahuan. Ayahandanya Muhammad al-Baqir tumpuan alim ulama di zaman itu. Muhammad al-Baqir didatangi oleh Ahli Hadish dan Ahli Fiqih. Diantaranya Sufyan ats Tsauri, Sufyan ibn ‘Uyainah dari ahli Hadish dan Abu Hanifah ahli Fiqh (Prof.T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, pokok-pokok pegangan Imam mazhab dalam membina Hukum Islam, Jilid II, penerbiat Bulan Bintang Jakarta 1974)
Diantara kata-kata hikmah Imam Ja’far As-Shadik:
”Bentuk kepemimpinan yang terlarang adalah kepemimpinan orang yang dzalim (aniaya) serta stafnya, baik tingkat tinggi maupun tingkat rendah. Haram bekerja dibawah system mereka. Sesungguhnya pengenalan terhadap Allah SWT merupakan penenang dari segala ketakutan, teman dalam kesendirian, cahaya dalam setiap kegelapan, kekuatan dari setiap kelemahan dan (obat) kesembuhan dari setiap kesakitan. Hakim itu ada 4 jenis, yang tiga di neraka, sedang yang satu di surga. Yang mengadili dengan zalim (tidak adil), ia masuk neraka. Yang mengadili dengan zalim tanpa pengetahuan, ia juga di neraka. Yang benar dalam mengadili, namun tidak tahu akan kebenarannya, juga di neraka. Sedang yang masuk surga yaitu yang mengadili dengan kebenaran dan ia tahu kebenaran itu. Hak seorang muslim kepada muslim lainnya yaitu: mengucapkan salam ketika berjumpa dengannya, dan menjenguknya di kala sakit, serta menyebut kebaikannya di kala tidak ada, serta menjawab “yarhamukallah” apabila saudaranya bersin, serta memenuhi panggilannya, dan mengantar jenazahnya ketika mati. Sesama mukmin adalah bersaudara, mereka laksana badan yang satu, jika sebagian anggota tubuhnya terekena sakit, maka sakitnya akan dirasakan seluruh tubuhnya.
Hak seorang muslim atas muslim lainnya adalah hendaklah ia tidak merasa kenyang saat saudaranya kelaparan, tidak merasa puas (dari minum) saat saudaranya kehausan, dan hendaknya tidak berpakaian (secara berlebihan) sementara saudaranya dalam keadaan telanjang. Perlakukanlah saudara seagamamu yang kau suka jika hal itu dilakukan kepadamu.
Barang siapa yang zuhud terhadap dunia, maka Allah akan menumbuhkan hikmat di dalam hatinya, dan akan melancarkan lisannya untuk mengucapkannya, juga akan menampakkan kepadanya cela dunia ini, penyakit dan obatnya, dan dia akan dikeluarkan dari alam dunia menuju akhirat dalam keadaan selamat.
IMAM AHMAD BIN ISA ALMUHAJIR DAN KETURUNANNYA
Pada tahun 317 H (929 M) Al-Imam Ahmad Al-Muhajir berhijrah ke Madinah bersama isterinya Zainab bt Abdullah bin Hasan bin Ali Al-Uraidhi, dan anaknya Ubaidullah serta isterinya Ummul Banin bt Muhammad bin Isa dan cucunya Ismail dan juga 70 orang keluarga yang lain. Manakala anak-anaknya Muhammad, Hassan dan Ali tinggal di Iraq untuk menjaga peninggalan harta. Mereka bermukim selama setahun di Madinah dan pada tahun berikutnya 318 H mereka menunaikan haji di Makkah. Waktu Makkah baru saja lepas dicabuli oleh kaum Qaramithah yang membunuh, merompak dan juga melarikan Hajaral Aswad.
Dari sini Imam Ahmad mengambil keputusan untuk pindah ke Hadharamaut. Mereka menuju ke Yaman melalui Aljubail disatu lembah Dau’an dan singgah diperkampungan Al-Hajrain dimana dia membeli rumah dan sebidang tanah kebun tamar. Harta ini kemudian dihadiahkan kepada pengikutnya bernama Syawih. Mereka tinggal sementara di perkampungan Bani Jusyair sebelum meneruskan perjalanan dan akhirnya menetap didesa Husaisah.
Pada masa itu kaum Khawarij yaitu kaum Ibadhiah telah berpengaruh di Oman,Yaman dan Hadharamaut. Kaum Ibadhiah membenci Ahlul Bait dan menggunakan tafsir sendiri dalam hal-hal Syari’ah.
Al-Imam Ahmad Al-Muhajir cuba menarik mereka kejalan yang benar dengan berdailog, tetapi gagal. Akhirnya penduduk Jubail dari Wadi Dau’an dan rombongan Imam, sama-sama berginding bahu berperang menumpaskan kaum Ibadhiah. Maka dengan itu lenyaplah pahaman Khawarij dan tersebar luas pahaman mazhab Syafi’i.
Al-Imam Ahamad Al-Muhajir adalah seorang sunni Mujtahid dan bermazhab Syafi’i, beliau wafat di Husaisah pada tahun 345 H (959 M). Diantara keturunannya yang lahir di Hadharamaut ialah Imam Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa dan pada Imam Alwi inilah dinasabkan Sadah di Hadhramaut dengan sebutan Aali Baalawi seperti cara orang Hadhramaut menasabkan datuk-datuk mereka. Maka dari keturunan inilah lahirnya para Aulia dan Ulama yang membawa Nur Islam kerantau Asia Tenggara dan Afrika Timur.16
TARIKAT Al-BaAlawi (Alawiyah ):
Dalam kitab Khulasah al-Madad al-Nabawi fi aurad Al-BaAlawi yang ditulis oleh Al-Habib Umar bin Salim bin Hafiz al-Husaini (Hadhramaut: Maktabah Tareem al-Haditsah, cetakan 2, tahun 1425 H/2004 M) dijelaskan:
“Dari segi bahasa Tarikat berarti jalan, atau cara. Dalam dunia tasawwuf, Tarikat yang harus ditempuh seorang murid (istilah bagi seseorang yang mengikut Tarikat) untuk membersihkan hatinya supaya lebih dekat dengan Allah S.W.T. Dalam usaha pembersihan hati, seseorang murid, diharuskan memperbanyak ritual dan zikir, terutama yang bersifat sunnah atau nawafil.”
Prinsipnya, tarikat apapun selama masih bernaung dibawah bimbingan Al-Quran dan Sunnah Nabi s.a.w., adalah sesuatu yang dianjurkan oleh agama Islam, dalam salah satu Hadis Qudsi yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah Allah berfirman yang bermaksud: “Sesiapa yang memusuhi waliku, maka Aku (Allah) mengizinkan untuk memerangi orang-orang (yang memusuhi) tersebut. Dan hambaku tersebut senantiasa mendekatkan diri padaKu, dengan amalan-amalan selain yang telah Aku fardhukan (wajibkan) untuknya. Hambaku tersebut terus menerus mendekatkan dirinya dengan amalan-amalan sunnah (nawafil) sehingga Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, maka Aku adalah ‘pendengaran’ yang ia gunakan untuk mendengar, dan Aku adalah ‘penglihatan’ yang ia gunakan untuk melihat, dan Aku adalah ‘tangan’ yang ia gunakan untuk menggerakkan, dan (Aku adalah) ’ kaki’ yang ia gunakan untuk berjalan. Jika hambaku itu meminta kepadaKu, maka Aku kabulkan, jika ia meminta perlindungan kepadaku, maka Aku melindunginya.”
Tarikat Al-BaAlawi ialah salah satu Tarikat Ahlul Bait. Pendiri Tarikat ini ialah As-Sayyid Al- Faqih Muqaddam Muhammad bin Ali BaAlawi Alhusaini. Tarikat ini dijalankan dengan peraktek dari generasi ke generasi. Sebagaimana Tarikat Ahlul Bait lainnya, tarikat ini berpanduka Al- Quran dan Sunnah Nabi s.a.w., fondasinya ialah penyerahan diri kepada Allah s.w.t. dan mengikuti apa yang diperintah oleh Allah s.w.t. dan RasulNya. Dengan kata lain seorang hamba harus berjuang terus menerus menghadapi hawa nafsunya dengan terus mendekatkan dirinya kepada Allah s.w.t., pada saat itulah akan dibentagkan kepada hamba tersebut jalan-jalan menuju kemenangan. Tariqaah Al-BaAlawi adalah Tarikah Ahli Sunnah wal jamaah, ia berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulallah s.a.w. dan amalan para salaf saleh. Zahirnya adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghazali, yaitu Ilmu, amal sesuai dengan manhaj (jalan) yang benar. Batinnya adalah sebagaiman penjelasan Syadziliyyah, mencapai kebenaran dan pemurnian Tauhid.
Tarikat al-Alawiyah adalah Tarikat Ahli Sunnah wal Jama’ah. Ia berpegang teguh kepada al-Quran, da Sunnah Rasulallah s.a.w. dan amalan para salaf. Zahirnya adalah al-Ghazaliyyah ataupun apa yang terdapat dalam kitab Imam al-Ghazali seperti ‘Bidayah al-Hidayah, Ihya Ulumuddin, Minhaj al-Abidin dan lain-lain.”
Seorang pengikut Tarikat al-Alawiyyah tidak dapat dikesan dengan pakaian atau amalan tertentu. Tarikat ini tidak menekankan kepada pakaian seragam atau wirid-wirid yang tertentu.
Amalan dan akhlak mereka adalah apa yang diamalkan dan dilakukan oleh Nabi s.a.w. dan para sahabat. Disamping beribadah kepada Allah, mereka juga mengambil berat tentang mencari nafkah setiap hari, mengambil berat tentang keluarga dan masyarakat.
Sayidina Ali bin Abi Thalib k.w., misalnya mempunyai wirid-wirid yang tersendiri yang diperolehi dari Nabi s.a.w. yang diamalkan setiap hari, tetapi juga mempunyai waktu mencari nafkah, mempunyai waktu bersama keluarga, mempunyai waktu berjuang untuk menegakkan Islam.
Ada yang bertanya kepada Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Abdurrahman al-Saqqaf, tentang Tarikat al-Alawiyah. Beliau telah menjawabnya di Singapura dengan panjang lebar dalam sebuah warqah yang bertarikh 7hb Ramadhan 1395 bersamaan 31hb September 1975 . Antara lain Habib Abdul Qadir berkata:
“Para salihin yang terdahulu sangat menitik beratkan pendidikan terhadap anak-anak mereka dengan cara atau Tarikat mereka. Tarikat mereka berpegang dengan Kitab Allah (al-Quran) dan sunnah Rasulallah s.a.w. Mula-mula sekali ditunjukkan dan diajarkan akhlak dan adab Nabi Muhammad s.a.w. Kemudian diajak mengikuti sifat-sifat Baginda s.a.w., seperti sifat-sifat kesabaran, penyantun, menerima segala cabaran dengan tabah, menahan perasaan marah, berlemah lembut, mengambil kemudahan yang dibenarkan dalam perkara-perkara atau urusan-urusan yang dijalankan, tidak terlalu memandang kepada keindahan hidup di dunia, jauh dari sifat memutuskan silaturrahim, suka membantu, menziarahi, bertanyakan urusan dan hal, menolong sesuatu yang termampu, menjalankan tanggung jawab terhadap kedua ibu bapa, serta mentaati keduanya dengan sempurna walaupun terpaksa menempuh kepayahan dalam melakukannya, memelihara hak-hak jiran, dan menunaikan kewajiban mereka, menghadiri majlis suka ataupun duka, seperti mengiringi jenazah, menjaga hak jalanan, tidak melihat wanita-wanita yang bukan mahram, tidak memerhati rumah-rumah yang bukan rumahnya, memberi salam kepada sesiapa yang ditemui sama ada dikenali atau tidak, mendo’akan dan meminta keampunan Allah untuk kaum Muslimin, menjalankan kewajiban terhadap isteri dengan memberikan hak-hak mereka, disamping memelihara dan memberikan didikan dalam akhlak dan pergaulan, dengan keluarganya dengan yang lain, mengambil berat tentang pendidikan anak lelaki dan perempuan, mengambil berat dalam soal sembahyang, akhlak, serta pergaulan anak-anak dengan orang-orang yang baik.”
Satu perkara dalam Tarikat al-Alawiyah ialah selalu berada dalam wuduk, jika batal akan terus beruduk lagi. Begitulah biasanya. Selalu tidak sembahyahyang fardhu melainkan berjamaah dan di masjid pula, melainkan jika ada kepayahan. Juga sembahyang witir selepas isya atau diakhir malam, bagi yang sanggup bangun sebelum subuh, sekurang-kurangnya 3 rakaat. Sembahyang Duha setelah naik matahari sekurang-kurangnya 2 rakaat dan yang sempurnanya adalah 8 rakaat. Juga tidak meninggalkan pembacaan al-Quran sebagai wirid sebanyak satu juz atau lebih atau kurang daripadanya (setiap hari). Orang yang tidak tahu membaca al-Quran akan membaca sahaja apa yang diketahuinya dari surah-surah Wadhuha sehingga akhir, dan berudhuk sebelum tidur.
Ratib al-Attas atau ratib al-Haddad akan dibacanya sebelum tidur. Sesiapa yang mengetahui wirid al-Haddad yang ringkas, dibacanya setiap hari. Juga sentiasa menjaga dan mengamalkan zikir-zikir dan wirid-wirid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
Daripada adat kebiasaan mereka yang mengamalkan tarikat al-Alawiyah, tidak suka mencaci atau mengumpat atau mengadu domba. Tidak membiasakan diri bersumpah secara sia-sia atau bercakap sesuatu yang tidak perlu atau berborak-borak.
Tidak masuk campur masaalah orang ramai melainkan untuk memperbaiki, mengajar atau menggembirakan. Jika tidak ada munasabah yang memerlukan kehadiran mereka, mereka tidak akan hadir.
Satu daripada amalan Tarikat al-Alawiyah adalah tidak suka menceburkan diri perkara syubhat dan kezaliman. Berhati-hati dalam pergaulan, terutama terhadap penipu dan pembelit. Tidak suka menyentuh kehormatan orang, atau mengambil harta orang lain melainkan dengan haq. Takut kepada Allah serta menjauhkan diri dari perkara-perkara yang boleh merusakkan nama baik atau mencemarkan akhlak mereka.
Selalu berusaha mencari keredaan Allah, membuat apa yang disuruh dan meninggalkan apa yang dilarang. Kalau sampai kedengaran, cakapan orang yang menyinggung perasaan mereka yang tidak sepatutnya dicakapkan, mereka cepat memaafkan. Tetapi kalau diceroboh larangan Allah, mereka akan marah, dan terus mengingatkan perkara yang haram itu. Dicegah kezaliman orang yang zalim dengan memberi ingatan kepadanya. Kalau tidak dilakukannya sendiri, dibawa perkara itu kepada pihak yang berkuasa untuk diselenggarakan demi mencegahi kezaliman terhadap orang-orang Islam.
No comments:
Post a Comment